Sabtu, 13 Agustus 2016

SUMBER AQIDAH ISLAM



SUMBER AQIDAH ISLAM

Jika kita menelaah tulisan para ulama dalam menjelaskan akidah, maka akan didapati 2 sumber pengambilan dalil penting. Dua sumber tersebut meliputi :
1. Dalil asas dan inti yang mencakup Al Qur’an, As Sunnah dan Ijma’ para ulama.
2. Dalil penyempurnaan yang mencakup akal sehat manusia dan fitrah kehidupan yang telah diberikan oleh Allah azza wa jalla.

A.  Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah perkataan Allah  yang hakiki, diturunkan kepada Rasulullah dengan proses wahyu, membacanya termasuk ibadah, disampaikan kepada kita dengan jalan mutawaatir (jumlah orang yang banyak dan tidak mungkin bersepakat untuk berbohong), dan terjaga dari penyimpangan, perubahan, penambahan dan pengurangan. Dalam hal ini Allah Iberfirman:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
"Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya". (Q.S. Al-Hijr: 9)
Al Qur’an adalah firman Allah yang diwahyukan kepada Rasulullah sholallahu ‘alaihi wassalam melalui perantara Jibril. Di dalamnya, Allah telah menjelaskan segala sesuatu yang dibutuhkan oleh hamba-Nya sebagai bekal kehidupan di dunia maupun di akhirat. Ia merupakan petunjuk bagi orang-orang yang diberi petunjuk, pedoman hidup bagi orang yang beriman, dan obat bagi jiwa-jiwa yang terluka. Keagungan lainnya adalah tidak akan pernah ditemui kekurangan dan celaan di dalam Al Qur’an, sebagaimana dalam firman-Nya
“Telah sempurnalah kalimat Rabbmu (Al Qur’an) sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat merubah-rubah kalimat-Nya dan Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (Q.S. Al An’am:115)
Al Imam Asy Syatibi mengatakan bahwa sesungguhnya Allah telah menurunkan syariat ini kepada Rasul-Nya yang di dalamnya terdapat penjelasan atas segala sesuatu yang dibutuhkan manusia tentang kewajiban dan peribadatan yang dipikulkan di atas pundaknya, termasuk di dalamnya perkara akidah. Allah menurunkan Al Qur’an sebagai sumber hukum akidah karena Dia tahu kebutuhan manusia sebagai seorang hamba yang diciptakan untuk beribadah kepada-Nya. Bahkan jika dicermati, akan ditemui banyak ayat dalam Al Qur’an yang menjelaskan tentang akidah, baik secara tersurat maupun secara tersirat. Oleh karena itu, menjadi hal yang wajib jika kita mengetahui dan memahami akidah yang bersumber dari Al Qur’an karena kitab mulia ini merupakan penjelasan langsung dari Rabb manusia, yang haq dan tidak pernah sirna ditelan masa.

B. As Sunnah
Seperti halnya Al Qur’an, As Sunnah adalah satu jenis wahyu yang datang dari Allah subhanahu wata’ala walaupun lafadznya bukan dari Allah tetapi maknanya datang dari-Nya. Hal ini dapat diketahui dari firman Allah
“Dan dia (Muhammad) tidak berkata berdasarkan hawa nafsu, ia tidak lain kecuali wahyu yang diwahyukan” (Q.S An Najm : 3-4)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam juga bersabda:
“Tulislah, Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidak keluar darinya kecuali kebenaran sambil menunjuk ke lidahnya”. (Riwayat Abu Dawud)
Yang menjadi persoalan kemudian adalah kebingungan yang terjadi di tengah umat karena begitu banyaknya hadits lemah yang dianggap kuat dan sebaliknya, hadits yang shohih terkadang diabaikan, bahkan tidak jarang beberapa kata “mutiara” yang bukan berasal dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam dinisbatkan kepada beliau. Hal ini tidak lepas dari usaha penyimpangan yang dilakukan oleh musuh-musuh Allah untuk mendapatkan keuntungan yang sedikit. Akan tetapi, Maha Suci Allah yang telah menjaga kemurnian As Sunnah hingga akhir zaman melalui para ulama ahli ilmu. Allah menjaga kemurnian As Sunnah melalui ilmu para ulama yang gigih dalam menjaga dan membela sunnah-sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam dari usaha-usaha penyimpangan. Ini tampak dari ulama-ulama generasi sahabat hingga ulama dewasa ini yang menjaga sunnah dengan menghafalnya dan mengumpulkannya serta berhati-hati di dalam meriwayatkannya. Para ulama inilah yang disebut sebagai para ulama Ahlusunah. Oleh karena itu, perlu kiranya jika kita menuntut dan belajar ilmu dari mereka agar tidak terseret dalam jurang penyimpangan.
Selain melakukan penjagaan terhadap Sunah, Allah menjadikan Sunnah sebagai sumber hukum dalam agama. Kekuatan As Sunnah dalam menetapkan syariat-termasuk perkara akidah-ditegaskan dalam banyak ayat Al Qur’an, diantaranya firman Allah yang artinya :
“Dan apa yang diberikan Rasul kepada kalian maka terimalah dan apa yang ia larang maka tinggalkanlah” (Q.S Al Hasyr:7)
Dan firman-Nya
“Wahai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul” (Q.S An Nisaa:59)
Firman Allah tersebut menunjukkan bahwa tidak ada pilihan lain bagi seorang muslim untuk juga mengambil sumber-sumber hukum akidah dari As Sunnah dengan pemahaman ulama. Ibnul Qoyyim juga pernah berkata “Allah memerintahkan untuk mentaati-Nya dan mentaati Rasul-Nya shalallahu ‘alaihi wassalam dengan mengulangi kata kerja (taatilah) yang menandakan bahwa menaati Rasul wajib secara independent tanpa harus mencocokkan terlebih dahulu dengan Al Qur’an, jika beliau memerintahkan sesuatu. Hal ini dikarenakan tidak akan pernah ada pertentangan antara Qur’an dan Sunnah.

C. Ijma’ Para Ulama
Ijma’ adalah sumber akidah yang berasal dari kesepakatan para mujtahid umat Muhammad sholallahu ‘alaihi wassalam setelah beliau wafat, tentang urusan pada suatu masa. Mereka bukanlah orang yang sekedar tahu tentang masalah ilmu tetapi juga memahami dan mengamalkan ilmu. Berkaitan dengan Ijma’, Allah subhanahu wata’ala berfirman yang artinya
”Dan barangsiapa yang menentang Rasul setelah jelas kebenaran baginya dan mengikuti kebenaran baginya dan mengikuti jalan bukan jalannya orang-orang yang beriman, maka Kami akan biarkan ia leluasa berbuat kesesatan yang ia lakukan dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali” (Q.S An Nisaa:115)
Imam Syafi’i menyebutkan bahwa ayat ini merupakan dalil pembolehan disyariatkannya ijma’, yaitu diambil dari kalimat “jalannya orang-orang yang beriman” yang berarti ijma’. Beliau juga menambahkan bahwa dalil ini adalah dalil syar’i yang wajib untuk diikuti karena Allah menyebutkannya secara bersamaan dengan larangan menyelisihi Rasul. Di dalam pengambilan ijma’ terdapat juga beberapa kaidah-kaidah penting yang tidak boleh ditinggalkan. Ijma’ dalam masalah akidah harus bersandarkan kepada dalil dari Al Qur’an dan Sunnah yang shahih karena perkara akidah adalah perkara tauqifiyah yang tidak diketahui kecuali dengan jalan wahyu. Sedangkan fungsi ijma’ adalah menguatkan Al Quran dan Sunnah serta menolak kemungkinan terjadinya kesalahan dalam dalil yang dzani sehingga menjadi qatha’i.

D. Akal Sehat Manusia
Selain ketiga sumber akidah di atas, akal juga menjadi sumber hukum akidah dalam Islam. Hal ini merupakan bukti bahwa Islam sangat memuliakan akal serta memberikan haknya sesuai dengan kedudukannya. Termasuk pemuliaan terhadap akal juga bahwa Islam memberikan batasan dan petunjuk kepada akal agar tidak terjebak ke dalam pemahaman-pemahaman yang tidak benar. Hal ini sesuai dengan sifat akal yang memiliki keterbatasan dalam memahami suatu ilmu atau peristiwa.
Agama Islam tidak membenarkan pengagungan terhadap akal dan tidak pula membenarkan pelecehan terhadap kemampuan akal manusia, seperti yang biasa dilakukan oleh beberapa golongan (firqah) yang menyimpang. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Akal merupakan syarat untuk memahami ilmu dan kesempurnaan dalam amal, dengan keduanyalah ilmu dan amal menjadi sempurna. Hanya saja ia tidak dapat berdiri sendiri. Di dalam jiwa, ia berfungsi sebagai sumber kekuatan, sama seperti kekuatan penglihatan pada mata yang jika mendapatkan cahaya iman dan Al Qur’an ia seperti mendapatkan cahaya matahari dan api. Akan tetapi, jika ia berdiri sendiri, ia tidak akan mampu melihat (hakikat) sesuatu dan jika sama sekali dihilangkan ia akan menjadi sesuatu yang berunsur kebinatangan”.
Eksistensi akal memiliki keterbatasan pada apa yang bisa dicerna tentang perkara-perkara nyata yang memungkinkan pancaindera untuk menangkapnya. Adapun masalah-masalah gaib yang tidak dapat tersentuh oleh pancaindera maka tertutup jalan bagi akal untuk sampai pada hakikatnya. Sesuatu yang abstrak atau gaib, seperti akidah, tidak dapat diketahui oleh akal kecuali mendapatkan cahaya dan petunjuk wahyu baik dari Al Qur’an dan As Sunnah yang shahih. Al Qur’an dan As Sunnah menjelaskan kepada akal bagaimana cara memahaminya dan melakukan masalah tersebut. Salah satu contohnya adalah akal mungkin tidak bisa menerima surga dan neraka karena tidak bisa diketahui melalui indera. Akan tetapi melalui penjelasan yang berasal dari Al Qur’an dan As Sunnah maka akan dapat diketahui bahwasanya setiap manusia harus meyakininya. Mengenai hal ini Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa apa yang tidak terdapat dalam Al Qur’an, As Sunnah, dan Ijma’ yang menyelisihi akal sehat karena sesuatu yang bertentangan dengan akal sehat adalah batil, sedangkan tidak ada kebatilan dalam Qur’an, Sunnah dan Ijma’, tetapi padanya terdapat kata-kata yang mungkin sebagian orang tidak memahaminya atau mereka memahaminya dengan makna yang batil.

E. Fitrah Kehidupan
Dalam sebuah hadits Rasululloh sholallohu ‘alaihi wassalam bersabda
“Setiap anak yang lahir dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang membuat ia menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi” (H.R Muslim).
Dari hadits ini dapat diketahui bahwa sebenarnya manusia memiliki kecenderungan untuk menghamba kepada Alloh. Akan tetapi, bukan berarti bahwa setiap bayi yang lahir telah mengetahui rincian agama Islam. Setiap bayi yang lahir tidak mengetahui apa-apa, tetapi setiap manusia memiliki fitrah untuk sejalan dengan Islam sebelum dinodai oleh penyimpangan-penyimpangan. Bukti mengenai hal ini adalah fitrah manusia untuk mengakui bahwa mustahil ada dua pencipta alam yang memiliki sifat dan kemampuan yang sama. Bahkan, ketika ditimpa musibah pun banyak manusia yang menyeru kepada Alloh seperti dijelaskan dalam firman-Nya.
“Dan apabila kalian ditimpa bahaya di lautan niscaya hilanglah siapa yang kalian seru kecuali Dia. Maka tatkala Dia menyelamatkan kalian ke daratan, kalian berpaling, dan manusia adalah sangat kufur” (Q.S Al Israa’:67)
Semoga Alloh memahamkan kita terhadap ilmu yang bermanfaat, mengokohkan keimanan dengan pemahaman yang benar, memuliakan kita dengan amalan-amalan yang bermakna. Wallahu’alam.

0 komentar:

Posting Komentar

By :
Free Blog Templates

Master Ball